Blog

How to Jump In As A Feature Film Director

Posted by:

Sabrina Rochelle Kalangie adalah sutradara muda yang pada Januari lalu merilis film panjang pertamanya: Terlalu Tampan. Sebelum itu ia bekerja di rumah produksi Visinema pimpinan Angga Dwimas Sasongko dan dipercaya untuk menyutradarai Filosofi Kopi The Series. Awalnya Sabrina bekerja sebagai desainer grafis di Visinema, namun dengan tekadnya ia bisa meraih mimpinya sebagai filmmaker. Berikut wawancara mahasiswi film SAE Indonesia Joan Elizabeth dengan Sabrina di Live Instagram @saejakarta (14/5).

 

Halo Kak Sabrina, bisa diceritakan bagaimana awal mula kakak bisa bekerja di Visinema?

Halo, Joan. Jadi setelah lulus kuliah itu aku nggak langsung memutuskan untuk bekerja di agency, tapi ingin mengambil beasiswa di perfilman. Aku ragu, apakah kalau mengambil S2 Film perlu basic yang sama dengan jurusan yang aku ambil sebelumnya (DKV). Sampai sebelum sidang skripsi aku sudah mulai mencari-cari informasi soal beasiswa dan ditanyakan oleh dosen penguji apakah sudah kerja atau belum. Kebetulan dosen penguji itu mempunyai teman produser film di Visinema yang sedang mencari Graphic Designer. Ya, aku coba aja dulu dan waktu itu langsung wawancara dengan mas Angga Sasongko. Sekalian belajar produksi dan syuting.

 

 

Kenapa akhirnya memilih bidang film sebagai passion?

Aku dulu sebenarnya bukan penonton film hardcore dan nggak tahu film-film festival. Film yang aku tonton masih mainstream tapi selalu menyenangkan aja gitu menonton film dan terbawa perasaan, karena menurutku aku orangnya melankolis juga. Aku kagum bagaimana perasaan-perasaan itu diterjemahkan di dalam film. Secara nggak langsung juga meneliti apakah ada yang kurang di film-film yang aku tonton. Waktu SD-SMA itu aku selalu ikut ekskul drama, dan gak terlalu ngerti bagaimana si sebenarnya directing itu, tapi ada keingintahuan ke bidang itu. Dulu jurusanku adalah DKV yang New Media, jadi masih ada keterkaitan dengan audio visual. Dan waktu kuliah dulu aku sering mendapat tugas-tugas yang berhubungan dengan audio visual, aku lebih happy aja menyampaikannya. Tapi kalau bikin design kan kita tidak selalu bisa merespon bagaimana orang menanggapi desain itu. Kalau di film kita kan bisa langsung tahu respon dari penonton bagaimana. Dan ternyata proses bercerita itu menjadi sesuatu yang menyenangkan sekali.

 

 

Bagaimana tahapan sampai mengerjakan proses produksi?

Aku masuk sebagai Graphic Designer, dan yang paling dekat dengan bidang itu adalah bagian Art. Kebetulan karena waktu itu Filosofi Kopi the Series ada rencana untuk bikin kedainya dan aku membantu untuk desain beberapa property yang ada di kedai. Logo Filosofi Kopi kan yang bikin Mas Farid Stevy, sementara yang melukis di dinding kedai itu aku. Setelah itu setiap ada produksi Visinema aku inisiatif mengajukan diri untuk mengerjakan wardrobe, jadi asisten wardrobe, dll.

 

 

Kalau tidak salah tahun 2014, waktu kakak pertama kali masuk, Visinema itu masih tim kecil ya?

Iya, betul. Waktu itu kesempatanku jauh lebih besar karena masih sedikit orangnya dan aku mengajukan diri terus sampai mengerjakan script continuity (pencatat adegan). Script continuity itu kan duduknya di samping director ya, jadi aku juga belajar menyutradarai dari melihat Mas Angga langsung. Waktu itu aku juga ikut casting karena pengen merasakan bagaimana si rasanya di-direct oleh director lain. Sempat kebagian peran di Keluarga Cemara tapi tidak ada dialognya.

 

 

Kapan pertama kali menyutradarai?

Pertama kali aku menyutradarai behind the scene-nya Bukaan 8. Mas Angga bilang kalau mau casting boleh coba di tempat lain, tapi kalau mau belajar directing beliau bisa membantu. Kata Mas Angga, coba mulai aja dari yang kecil dulu (behind the scene), setelah itu dilihat hasilnya dan ternyata bagus menurut Mas Angga. Aku waktu itu diajak untuk meng-co direct Filosofi Kopi The Series. Karena Mas Angga waktu itu lagi prepare Wiro Sableng, jadi dia butuh backup untuk men-direct. Entah karena dia sedang sibuk dengan Wiro Sableng atau urusan lain, akhirnya aku diberi kesempatan untuk full menyutradarai Filosofi Kopi. Nyoba 1 episode oke, episode 2 bukan aku yang menyutradarai, dan episode 3-4-5 sudah aku yang pegang lagi.

 

 

Seperti apa pertama kali rasanya menyutradarai?

Deg-degan pasti. Apalagi berurusan dengan nama-nama besar seperti Rio Dewanto dan Chicco Jericho, ya. Jadi awal mulanya aku merasa inferior, kayak ragu gitu apakah mereka mau dengerin aku yang tidak punya background perfilman. Tapi setelah hasil episode 1 keluar, mereka excited dan aku lega. Aku senang mereka tidak menyesal dapat project bareng sama aku. Menurutku Itu big step banget ya, karena aku merasa dari Graphic Designer sampai bisa mengerjakan feature film di tahun ke-4 bekerja di Visinema. Tapi perjuangannya nggak gampang ya, banyak tesnya. Berkali-kali bikin konten juga dan mengerjakan tugas-tugas kecil. Cukup berat ketika dijalani. Tapi secara proses tidak terasa ya, karena menjalaninya dengan keingintahuan untuk mencapai kesana. Bukan passion ya, karena passion itu menurutku adalah prosesnya. Jadi aku mengikuti proses itu dengan passionately.

 

 

Dari Filosofi Kopi The Series itu ada series lainnya yang dikerjakan atau langsung bikin feature film?

Sebetulnya ada, tapi tidak jadi tayang karena berbagai hal.

 

 

Awalnya membuat Terlalu Tampan, bagaimana?

Awalnya Visinema mau ambil beberapa webtoon kan untuk difilmkan, dan udah ada 2 yang rilis. Waktu itu aku ditanyain, mau megang project Terlalu Tampan ini gak? Aku nggak langsung klik si, karena aku belum baca webtoonnya dan masih berpikir untuk bagaimana bikin filmnya. Produsernya (Anandya Nurita) menyarankan aku untuk membaca dulu komiknya. Dan setelah aku baca jadi antusias sekali untuk membuatnya menjadi film karena unik banget. Film itu buat aku adalah sarana untuk membagikan value kepada orang lain dan sarana untuk berbagi pemahaman kepada orang lain sekaligus memberi hiburan. That’s why aku nggak pernah berpikir kalau feature film pertama aku tu harus film yang serius atau berat. Terlalu Tampan itu bukan film festival, but why not? Ini adalah film dan ini bisa dinikmati banyak orang juga. Mungkin pada prosesnya agak terbantu juga karena latar belakangku DKV. Karena kan aku menyutradarainya agar terkesan seperti orang menonton komik. Seperti panel komik yang bergerak. Apapun yang kita kerjakan pasti ada suara kita disitu si. Jika Terlalu Tampan dipegang oleh director lain pasti kan yang mau disampaikan itu akan berbeda dengan apa yang aku mau sampaikan.

 

 

Terlalu Tampan itu kan adaptasi dari webtoon ya, kakak terlibat penulisan skenarionya juga atau gimana?

Iya, aku nulis skenario berdua dengan produsernya. Awalnya kita team development aja, tapi karena ada perbedaan visi dengan penulis yang sebelumnya, jadi kita inisiatif mencoba saja. Memang kita tahu jenis webtoon Terlalu Tampan itu kan komik strip, bukan komik Panjang dan bersambung. Karakter-karakternya itu lumayan eksentrik dan menurut kita menarik banget untuk dikembangkan. Kita pengen nuansa dari webtoonnya tetap ada, tapi secara premis kita bikin satu benang merah yang bisa menyatukan adegan-adegan di dalam webtoon itu. Makanya di filmnya muncul karakter-karakter yang sebelumnya tidak ada di komik karena untuk menjahit cerita agar premisnya utuh dan adegan-adegan di komik masih dimasukkan ke dalam film.

 

 

Itu kan pengalaman pertama banget menjadi feature film director. Prosesnya gimana ketika sekarang sudah menjadi freelance director agar tetap menegaskan karakter sebagai film director?

Sampai akhir tahun lalu aku masih di Visinema. Pengen coba juga bekerja dengan produser-produser lain untuk memperluas jaringan. Tadinya aku mau nulis dulu untuk beberapa project aku. Kebetulan juga aku ada cerita yang memang belum sempat aku kembangkan secara personal, syukur-syukur kalau bisa jadi film kedua. Karena sejujurnya, setelah film remaja yang ngepop, aku tidak pengen terjebak stigma sebagai director film remaja atau komedi saja. Aku pengen coba ngasih value sebagai orang yang sudah mature dan ingin menempatkan karakter mature itu di film kedua. Akhirnya aku dapat kesempatan pitching sebagai sutradara di PH lain. Aku sebelumnya tidak kenal dengan produsernya dan akhirnya dikenalkan, namaku jadi salah satu opsi mereka. Dan akhirnya aku berhasil mendapatkan projectnya. Awalnya bingung juga memantapkan namaku sebagai sutradara, tapi balik lagi kan ke proses. Selama menjalani karir ini dan membangun kredibilitas, bisa menjadi acuan untuk dilihat oleh orang lain. Dan bagaimana kalian membawa diri ketika ditawari sebuah project, apakah kalian akan benar-benar mengerjakan project itu, menjadikannya milik kalian, dan menempatkan suara kalian disitu, akan kelihatan. Menurutku itu kesempatan yang jauh lebih besar ketika kalian tahu apa yang kalian akan lakukan dengan project. Jangan pernah mengecilkan pekerjaan-pekerjaan yang ‘sepele’ karena itu akan menjadi nilai tambah untuk karir kita.

 

 

Apa prinsip yang kakak pegang ?

Kerja keras dan kejujuran. Bukan jujur jangan mencuri gitu ya, maksudnya jujur dengan perasaan kita sendiri. Aku bisa sampai di tahap ini karena aku tidak ragu mengutarakan perasaanku terhadap banyak hal. Misalnya di set ada yang kurang, ya aku bilang sejujurnya. Karena kejujuran itu kan mendefinisikan kita. Di Visinema pun aku jujur bilang bahwa aku ingin belajar directing dan acting sebab kalau tidak aku akan stuck mengerjakan desain terus. Ketika aku keluar dari Visinema aku juga bilang sejujurnya. Intinya jangan pernah ragu.

 

 

Apa yang baru kakak sadari selama menjadi filmmaker?

Aku baru sadar bahwa ternyata dibajak itu menyakitkan sekali. Waktu Terlalu Tampan rilis kan banyak yang DM, terus ada yang tanya kapan tayang di layarkaca 21 (situs streaming film). Syuting Terlalu Tampan itu kan padat banget ya dan kerjasama antar krunya erat banget dan aku suka dengan hasilnya, makanya ketika ada yang bilang itu.. ya Tuhan sakit banget. Kemudian jumlah penonton itu ternyata berpengaruh banget. Karena film Indonesia justru lebih rentan karena pencapaian suatu target penonton akan berpengaruh pada distribusinya. Menurutku saat ini kepercayaan terhadap konten film Indonesia sudah meningkat lagi si. Kalau kalian creator, bikinlah karya itu menjadi keren, walaupun cuma dibagikan di YouTube, tapi kalau hasilnya memang berkualitas, nanti pasti akan diperhatikan orang.

 

(Sumber foto: detikHOT)

0

About the Author:

Content Writer SAE Indonesia
  Pos Berhubungan
  • No related posts found.

Add a Comment