Blog

Mataya, Kisah Perempuan Tangguh

Posted by:

Insting seorang ibu adalah melindungi anaknya, bahkan sejak masih dalam kandungan. Keselamatan seorang anak adalah prioritas, apapun harus dilakukan agar anak tidak kurang suatu apa dan tidak celaka. Tapi nasib Mataya agak malang, sebab suaminya meninggalkan dirinya saat tahu Mataya hamil dan menitipkannya pada Ivan, yang bukan lelaki SIAGA (Siap, Antar, Jaga). Tinggal di suatu desa terpencil dan tidak berdekatan dengan tetangga, Mataya tetap bekerja di lahan meski sudah dilarang oleh Ivan; tapi ia adalah perempuan pekerja keras yang tidak ingin bermalas-malasan. Hari kelahiran sudah dekat tapi Ivan segan untuk mengantarkan Mataya ke bidan di desa seberang; sebab harus melalui sungai dengan arus yang deras. Mataya harus berjuang sendirian. Ikatan antara ibu dan anak yang masih di dalam kandungan, akan terjalin erat karena proses bertahan hidup dari keduanya, yang harus ditanggung oleh sang ibu sendiri.

 

 

Mataya adalah film pendek yang disutradarai oleh mahasiswa semester 3, Arung Raditya. Setiap tahunnya mahasiswa-mahasiswa film SAE diwajibkan untuk membuat beberapa film, dan Mataya adalah tugas akhir gabungan dari mata kuliah Advance Digital Audio & Video Production dan Advance Scriptwriting semester 3 Arung. Berawal dari logline “Menjelang sehari sebelum melahirkan, Seorang single mom yang tinggal di daerah terpencil harus menyelusuri sungai seorang diri ke desa seberang untuk bertemu dengan seorang bidan” yang diajukan Arung saat kelas Advance Scriptwriting, yang kemudian terpilih bersama 4 script dari mahasiswa lainnya, Arung harus melampaui zona nyaman-nya.

 

Arung Raditya

Sejak umur 3 tahun Arung menunjukkan gejala Cerebral Palsy, yaitu sindrom yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh. Namun keterbatasan ini tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi filmmaker; terlebih saat syuting Mataya di suatu curug, dengan medan geografis yang berat. “Karena apa pun yang terjadi, menurut saya produksi film emang seperti mengunjungi sebuah masalah,” ujar Arung. Masalah itu adalah sebuah tantangan yang harus ditaklukkan. Dunia kreatif adalah dunia yang tidak memandang keterbatasan seseorang, yang terpenting adalah niat dan semangat untuk menghasilkan karya. Dan Arung memiliki support system yang baik. Teman-temannya sangat membantu Arung pada keseluruhan proses produksi Mataya, dan sebagai ‘ganjaran’ atas kesediaan mereka, Arung memastikan mereka selalu aman dan selamat. Muhammad ‘Nikk’ Syaifuddin dari Leadership Camp dan timnya mensupervisi sekaligus menjadi tenaga safety & rescue untuk keselamatan kru produksi dan Java Stunts Team untuk keselamatan cast.

Tema dari Mataya  adalah pengejawantahan dari semangat Arung sendiri; bahwa untuk mencapai pencerahan dalam kehidupan, seseorang terkadang harus melalui proses menghadapi berbagai halangan, sampai pada di titik seseorang itu akan menyadari bahwa tidak apa-apa untuk mencari pertolongan. Namun tetap seseorang tersebut harus menjalani dahulu proses itu sendiri sampai batas kemampuan maksimal.

Sebelum Mataya, Arung pernah menyutradarai beberapa film pendek dengan berbagai genre, diantaranya adalah Closure, Hotline Miami (fan film), Number Four, dan Orientation. Orientation adalah film eksperimental yang diproduseri oleh mahasiswi film SAE Dian Alicia. Karena merasakan spirit yang sama dan ingin lebih mengeksplorasi dalam menciptakan karya, mereka sepakat untuk mendirikan rumah produksi Table Two Production sebagai wadah kreatif mereka. Setelah selesai produksi Orientation, mereka merancang branding untuk kebutuhan media sosial dan press kit untuk kebutuhan festival film.

Dari pengalaman mengurus pendirian Table Two Production itulah Arung dan Dian terbiasa memantau festival film mana sajakah yang sedang open submission. Setelah menyelesaikan Mataya, Arung langsung mencoba submit Mataya ke beberapa festival film, salah satunya adalah Minikino Film Week – Bali International Short Film Festival. Tidak berharap banyak dan siap menerima penolakan-penolakan, ternyata Mataya lolos dalam Minikino Film Week.

 

Proses syuting Mataya

Dian Alicia (kiri)

Arung Raditya (kanan)

Proses membuat film dengan pergi sejauh-jauhnya ke lokasi syuting dan melampaui batas kemampuan, memberi kesempatan bagi Arung untuk berbuat kesalahan sebanyak-banyaknya. “Selalu butuh untuk mengevaluasi dan memetik pelajaran yang bisa dipertimbangkan di film selanjutnya. Rinse and repeat  terus sampai kurang lebih 5 tahun kedepan. Berani mengambil resiko itu sangat penting, apalagi di masa kuliah,” ujar Arung

Way to go, Arung! Ditunggu karya-karyamu selanjutnya!

0

About the Author:

Content Writer SAE Indonesia
  Pos Berhubungan
  • No related posts found.

Add a Comment


https://dpmptsp.tubaba.go.id/ikygacor/ https://pustaka.iainlangsa.ac.id/wp-content/kzgacor/ Slot gacor https://salemba.budiluhur.ac.id/assets/sgacor/ slot gacor https://kejari-bangkatengah.kejaksaan.go.id/img/ slot gacor https://disdukcapil.tubaba.go.id/template/kygacor/ https://kki.unpad.ac.id/assets/images/ https://e-smile.tubaba.go.id/assets/ slot88 slot777 slot maxwin