Blog

Sertifikasi Profesi Penata Bunyi (Bagian 1)

Posted by:

Tahun 2015, negara-negara ASEAN memasuki era penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara atau ASEAN Free Trade Area (AFTA). Era ini menandai ASEAN sebagai kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Sejalan dengan agenda tersebut, maka salah satu upaya penggenjotan daya saing tersebut adalah free flow skilled labour atau arus bebas tenaga kerja terampil. Artinya, setiap negara harus memberikan izin terhadap arus keluar masuk tenaga kerja yang terlibat dalam perdagangan barang, jasa, dan investasi sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara bersangkutan. Berarti elemen peningkatan SDM di  setiap negara, terutama negara-negara ASEAN, menjadi krusial

Indonesia, sebagai bagian dari ASEAN, menyambut aspek peningkatan produktifitas tenaga kerja ini dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang dirumuskan oleh Kementerian Tenaga Kerja. SKKNI ini berisi rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, atau keahlian serta yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan. Dari rumusan tersebut digagaslah program sertifikasi kompetensi agar tenaga profesional Indonesia tidak kalah bersaing dengan pekerja asing.

Pada tanggal 15 Agustus 2020, Kementerian Tenaga Kerja mensahkan skema penata bunyi (sound engineer) ke Lembaga Sertifikasi Profesi Musik Indonesia (LSPMI); jadi uji kompetensi untuk penata bunyi sudah bisa dilakukan. “Sejak 1996 saya sudah berjuang agar profesi penata bunyi bisa diakui statusnya di Indonesia, jadi di KTP tidak ditulis sebagai wiraswasta atau pelaku seni lagi,” kata David Klein Karnadi, asesor penata bunyi dari LSPMI, saat acara Sosialisasi Sertifikasi Profesi Penata Bunyi yang disiarkan secara Live di kanal YouTube DSS Studio (2/11/2020). Acara ini menghadirkan panelis-panelis yang selama ini terlibat aktif di industri Sound System , edukasi audio, dan pekerja seni di Indonesia. Dengan dimoderatori oleh Norman Hajadi (sound engineer dan pengajar  SAE Indonesia) forum ini membahas tentang pentingnya sertifikasi penata bunyi  dan proses sertifikasi tersebut.

 

Pentingnya Sertifikasi Penata Bunyi

Direktur LSPMI, Johnny W Maukar, mengatakan bahwa sertifikat profesi adalah pengakuan atas kompetensi seseorang. Dengan terlembagakannya pengakuan itu, maka seorang pemegang sertifikat profesi dapat lebih mudah membuktikan kompetensinya kepada pemberi kerja. Senada dengan Johnny, musisi Anto Hoed mengatakan sertifikasi ini diberikan untuk mengangkat harkat dan martabat penata bunyi, karena banyak orang di Indonesia yang tidak tahu profesi ini. “Perlu diingat bahwa sertifikasi itu tidak ada hubungannya dengan kualitas. Kualitas adalah hal lain. Sertifikasi adalah justifikasi pemerintah di dalam menentukan angka minimal yang harus diperoleh oleh pemegang satu jenis profesi, agar melegitimasi profesi itu,” kata Anto.

Dari dunia pendidikan. Yandha Krishna, Head of Audio Department SAE Indonesia, menyambut baik sertifikasi ini karena penting untuk kemajuan dunia audio di Indonesia.

Menurut data LSPMI, sudah ada 240 penata bunyi dari Jakarta yang mengikuti uji kompetensi yang diselenggarakan pemerintah di LPDK Jakarta. Tidak cuma di Jakarta, uji kompetensi pun sudah dilakukan di Sekolah Tinggi Musik Bandung; dengan diikuti oleh 80 penata bunyi. Tentu ke depannya akan diadakan di tempat-tempat lainnya di Indonesia.

 

0

About the Author:

Content Writer SAE Indonesia
  Pos Berhubungan
  • No related posts found.

Add a Comment