Blog

Sven Pape, Editor Film.

Posted by:

Sven Pape adalah editor film peraih nominasi Best Edited reality series American Cinema Editor (A.C.E) tahun 2010. Ia pernah bekerjasama dengan sutradara ternama James Cameron( Terminator 1 & 2, Titanic), Mark Webber, Joseph Gordon-Levitt, James franco, dan pernah menyutradarai film L.A. Twister pada tahun 2004. Selain itu ia memiliki kanal YouTube sendiri bernama This Guy Edits (TGE) yang mengulas dan mengupas berbagai teknik editing dan storytelling film. Sven sudah terbiasa bekerja dengan sistem online karena ia sering bekerja dari luar domisilinya (Los Angeles). Ia tinggal di daerah Valley (pedesaan) di L.A, yang untuk menuju ke kota bisa menghabiskan waktu selama 90 menit. Sistem jarak jauh menjadi cara yang efektif untuk bekerja dan berkomunikasi. Sven sudah menerapkan sistem ini semenjak 4 tahun lalu. Jadi, selama pandemi Covid-19 ini ia sudah terbiasa untuk Working from Home (WFH). ia menggunakan platform-platform seperti Zoom dan frame iO untuk mendiskusikan pekerjaannya. Berikut wawancara Ketua Indonesian Film Editors (INAFED) dan dosen film SAE Indonesia Cesa David Luckmansyah dengan Sven di kanal YouTube INAFED.

 

Anda lebih menyukai bekerja dengan director di studio atau secara online?

Tergantung directornya. Saya bekerja dengan director-director itu sesuai dengan apa yang mereka inginkan, itulah prioritas saya. Asal director itu nyaman dengan prosesnya. Terkadang director-director itu perlu untuk melihat langsung proses editing di studio. Tapi saya sebenarnya lebih suka bekerja sendirian asal mereka percaya dengan cara kerja saya. Sangat bagus ya jika director memberi kepercayaan kepada editor untuk mengeksplorasi dan melihat footage dari sudut pandang saya sebagai editor, yang saya buat lebih menarik. Biasanya saya membuat 2 versi scene yang berbeda. Yang pertama, versi yang mengikuti script. Yang kedua, versi editan saya yang menurut saya lebih baik. itulah strategi saya, dan biasanya mereka cukup lega jika disajikan kedua versi editan itu. Untuk menunjukkan apa yang ingin mereka lihat dan apa yang butuh untuk mereka lihat.

 

 

Iya, biasanya draft pertama itu berantakan kan.

Martin Scorcese pernah bilang jika kamu tidak muak setelah melihat draft pertama dari film, berarti kamu belum bekerja keras. Itulah mengapa penting sekali untuk mencoba berbagai hal, lalu anda akan tertempa menjadi kreatif.

 

 

Biasanya berapa lama anda mengedit feature film sampai selesai?

Biasanya saya membutuhkan 16 minggu untuk bekerja dan itupun baru mencapai 85%. Saya bisa menghabiskan sekitar 6 bulan lagi untuk refine. Kemudian saya serahkan kepada director untuk mereka pertimbangkan, screening, dan diteliti bagian-bagian mana saja yang tidak atau kurang pas untuk audience. Suatu proses yang lambat.

 

 

Jadi sudah wajar ya untuk screening film itu sebelum ditampilkan ke publik?

Tergantung deadline-nya. Saya biasanya mengedit film untuk  festival dan apa yang saya lakukan adalah mengeditnya sebagus mungkin. Menunjukkannya di layar festival dan menggunakan screening itu nantinya untuk pertunjukan premiere. Saya membuat catatan dan memperhatikan reaksi audiens, lalu kembali bekerja; refine dan mempersiapkannya untuk distribusi.

 

 

Apakah anda mempunyai ritual-ritual tertentu sebelum bekerja?

Saya selalu memanfaatkan pagi hari untuk menjadi kreatif.  Sore harinya saya mempersiapkan pekerjaan saya untuk besok. Saya memeriksa semua footage pada sore hari dan malamnya saya beristirahat. Itulah metode bekerja saya.

 

 

Wah, berarti anda editor pagi ya. Editor-editor Indonesia itu biasanya timbul energi kreatifnya pada malam hari.

Ketika saya sudah dekat dengan deadline, saya melakukan apa yang saya namankan dengan Shift Ketiga. Bekerja pada pagi hari, mengatur pekerjaan untuk besok pada sore hari, tidur sebentar, dan shift ketiganya adalah kembali bekerja pada malam hari. Saya bisa jadi super kreatif juga pada saat mendekati deadline.

 

Seperti sekarang ya, anda bangun pagi dan conference dengan kami, para editor Indonesia.

Iya, tapi semenjak wabah Covid-19 ini saya menjadi kurang kreatif karena banyak hal yang dipikirkan.

 

Editor-editor di Indonesia kebanyakan bekerja dengan industri. Sebelum wabah susah untuk meeting dan berdiskusi secara langsung dengan, misalnya, 20 orang. Paling-paling yang datang ke meeting hanya 5 orang dan sekarang, melalui meeting virtual, 20 orang bisa hadir semua. Bagaimana cara anda menjaga mood selama mengedit?

Salah satunya adalah memilih project yang kamu sukai. Editing itu berat dan menghabiskan banyak waktu, tapi kalau anda menyukai project itu maka akan sangat menyenangkan dalam mengerjakannya. Sikap orang-orang yang bekerja dengan anda juga berpengaruh. Saya sangat menyukai bekerja dengan director tangguh seperti James Cameron. Ketika mengerjakan post production mudah untuk bekerja bersamanya. Jadi yang paling penting adalah mengontrol environment bekerja anda.

 

 

Terkadang di Indonesia situasinya berbeda. Kami harus mengedit 4 sampai 10 film dalam setahun. Dengan director-director yang berbeda di setiap project, menurut saya, seorang editor harus menyukai proses storytelling walaupun kami tidak menyukai kepribadian producer atau director-nya.

Ya, terkadang anda harus membayangkan menjadi karakter di film yang sedang anda edit, terlibat secara emosional. Saya setuju kita harus mencintai pekerjaan atau project yang kita pilih.

 

 

Latar belakang anda adalah editor film dan anda juga menyutradarai film. Bisakah anda ceritakan pengalaman anda dari awal karir sampai sekarang? Kenapa anda akhirnya memutuskan untuk menjadi YouTuber juga?

Ada beberapa alasan saya merambah YouTube. Saya belajar di American Film Institute, institusi yang bagus di L.A. sini. Setelah saya lulus, saya tahu bahwa saya tidak berminat dengan producing karena saya tidak menyukai segi bisnis dari film. Jadi saya bekerja di bidang editing dan pernah membantu teman yang menyutradarai feature film debutnya; saya mengedit streaming webcast, behind the scene film teman saya itu. Itu sebelum era YouTube ya, dan dari situ saya mendapatkan pekerjaan pertama saya bekerja dengan James Cameron. Setelah itu saudara lelaki James melihat streaming itu dan memutuskan memakai streaming ala saya itu di film James Cameron. Semenjak itu saya jadi terbuka terhadap media-media baru, termasuk YouTube. Putri saya, yang berusia 9 tahun, malah sudah nge-YouTube duluan sebelum saya. Ia membuat video menggunakan mainan My Little Pony dan bisa menghasilkan uang dari situ. Jadi saat rehat mengedit film, saya bereksperimen dengan YouTube, awalnya memfilmkan tentang ayam dan berkebun dan saya berhasil mendapatkan banyak viewers dan dapat uang juga. Saat saya mengedit video YouTube itu saya juga sedang bekerja bersama Mark Webber. Saya bilang ke dia bahwa YouTube ini bisa punya kekuatan juga, bagaimana kalau kita mempertunjukkan proses editing film secara online dan warganet bisa berpartisipasi. Kebanyakan orang tidak mengetahui bagaimana proses editing itu dan tidak bisa membedakan mana editing yang bagus dan yang tidak. Karena ini tidak seperti musik atau sinematografi yang terlihat, editing yang bagus nyaris tidak terlihat oleh awam. Itulah awal mulanya saya merambah dunia YouTube.

 

 

Saya menonton video anda di YouTube. Setiap minggu atau setiap bulan anda mengunggah video baru tapi dengan film yang sama tapi berbeda konten, kenapa film itu yang anda pilih?

Karena directornya mempercayakan pada saya untuk mengekspos prosesnya. Biasanya para director itu 85% tidak akan mengekspos proses editing film karena audiens akan melihat banyak ‘kekurangan’ sebuah film sebelum diedit. Saya membutuhkan seorang director yang berpikiran terbuka dan menaruh kepercayaan pada saya untuk membagikan proses editing ini secara online. Dan Mark Webber lah orangnya.

 

 

Bagaimana cara mengatur footage di folder file?

Saya bukan orang yang terlalu teknis ya, tapi saya menyarankan anda mempunyai sebuah sistem dan pastikan sistem itu bekerja dengan baik. Sebelum digunakan, sistem itu harus diujicoba dulu. Masukkan footage yang terdapat dalam camera cartridges dan taruh di dalam folder yang anda atur dan berikan pada sound mixer atau color grader. Dalam 1-2 jam anda mungkin akan bisa menemukan kekurangan di sistem yang sedang anda ujicoba itu. Lalu yang kedua, yang lebih saya tekankan, adalah pemilihan. Sebelum anda memulai cutting, pastikan anda meneliti semua footage yang berhubungan dengan scene yang anda cut. Jangan memulai cutting terlalu awal. Ada video saya di YouTube yang menunjukkan hal ini; bagaimana saya melakukannya dengan layer yang berbeda-beda, dan saya melakukannya seperti membaca not musik.

 

 

Anda bekerja sendiri atau dengan asisten?

Dua-duanya. Tergantung project apa yang sedang saya garap dan software yang saya pakai bekerja secara otomatis di backgroundnya. Tapi jika ada budget lebih saya akan menyewa seorang asisten yang melakukan pemilahan dasar atau cutting beberapa scene.

 

 

Bagaimana cara anda mendapatkan data untuk edit?

Saya biasanya mendapatkannya sudah di dalam hard drive dan dikirim via FedEx. Kebetulan di L.A. ini koneksi internetnya sedang lambat, jadi saya tidak bisa dikirimkan data-datanya secara online.

 

 

Apakah tidak ada masalah jika seorang editor ‘mencuri’ teknik editing yang sudah dipakai sebelumnya?

Sebenarnya tidak ada masalah. Kita tumbuh besar bersama film-film yang menginspirasi kita, jadi wajar saja bila kita tertarik untuk ‘mencuri’ gaya yang sudah dipakai oleh director atau editor sebelumnya. Contohnya Quentin Tarantino. Ia adalah seorang yang selalu ‘mencuri’ setiap saat. Yang terpenting, jika anda ‘mencuri’ ide dari film-film lain, jadikanlah itu milik anda (remake), bukan plagiat. Anda juga harus jujur pada diri anda sendiri; anda tidak bisa menjadi seseorang yang anda idolakan, tapi tetap bisa terinspirasi darinya dan menemukan gaya anda sendiri menggunakan trik-trik yang idola anda gunakan.

 

 

Saya pernah baca buku yang isinya kutipan-kutipan kalimat dari para filmmaker. Salah satu isinya yang menarik adalah seperti ini: tidak apa jika anda meniru karya seseorang, tapi tirulah dari yang terbaik.

Iya, saya pernah tahu kutipan itu.

 

 

Apakah anda pernah bekerja bersama editor lain dalam satu project?

Pernah. Saya bahkan pernah bekerja dengan 7 editor dalam satu acara TV. Jadi setiap orang mendapat masing-masing 1 atau 2 episode untuk diedit. Itu sangat menyenangkan dan para editor itu juga sangat kolaboratif. Dan editor itu tidak boleh bersikap defensif terhadap hasil karyanya, harus selalu terbuka pada perubahan.

 

 

Jika bisa memilih, anda mau belajar menjadi film director atau film editor?

Saya suka belajar dari director dan editor film yang berbakat. Misalnya dengan James Cameron, selain sebagai sutradara tangguh, ia juga menjadi mentor bagi saya. Ia memberi saya pelajaran namun tidak dalam mode mengajar, misalnya dengan cara ia bereaksi terhadap pekerjaan saya, bagaimana ia mendorong saya lebih jauh untuk belajar.

 

 

Sepengetahuan saya anda bekerja sebagai asisten editor untuk James Cameron, tapi kemudian anda menjadi editor kan? Bagaimana anda bisa menjadi editor?

Anda harus memiliki keberanian. Dari awal bekerja sebagai editor, saya sudah memantapkan diri untuk serius di jalur ini, jadi saya tidak berhenti untuk terus mengedit melalui project-project kecil. Dan untuk James Cameron, dengan inisiatif saya, saya coba-coba mengedit karyanya, bahkan semenjak saya masih jadi Night Assistant. Saya menunjukkan kepadanya 10 menit hasil editan saya terhadap filmnya, menaruh music latar, kemudian ia bilang pada saya: ini langkah awal yang bagus untuk kamu. Waktu itu saya tidak menangkap maksudnya. Tapi esok harinya, produser menelepon saya dan saya dipecat. Tapi ia mengagumi hasil kerja saya.

 

 

Bagaimana cara beradaptasi dan menjalin komunikasi dengan para director yang memiliki kepribadian dan karakter berbeda-beda?

Memang ada saja director yang sulit dan anda harus menerima director itu apa adanya. Jika director itu sulit diajak bekerjasama, anda tidak bisa menyalahkannya. Jangan sampai anda memiliki masalah pribadi dengan director itu, kecuali anda diteriaki atau dihina oleh director itu, anda mungkin bisa menegurnya dengan sopan. Tapi selama director mempunyai cerita yang bagus dan komunikasinya pun enak, saya tidak terlalu bermasalah jika diteriaki. Asalkan saya tetap mengerjakan yang terbaik untuk film. Yang penting jangan menyerah dan tetap profesional. Terkadang anda bisa mendapatkan director yang mendikte, harus meng-cut dimana, dll, anda harus menurutinya.

 

 

Bagaimana cara membangun storytelling yang bagus ketika tidak cukup mempunyai pengalaman?

Di channel YouTube saya, saya bilang: edit saja dulu. Itu pelajaran penting yang saya bisa berikan pada anda. Jika melakukan editing setiap hari maka hasil kerja anda akan lebih baik dari hari sebelumnya dan anda akan menjadi storyteller yang bagus.

 

 

(Sumber foto: LumaForge)

0

About the Author:

Content Writer SAE Indonesia
  Pos Berhubungan
  • No related posts found.

Add a Comment