Wisnu Ikhsantama adalah alumni Audio SAE Indonesia. Kini Wisnu bekerja sebagai Record Producer dan Mixing Engineer untuk .Feast, Hindia, Barasuara, dan Glaskaca. Berikut wawancara Wisnu dengan mahasiswa Audio SAE Indonesia Khalid Jaladian seputar pengalamannya berkuliah di SAE Indonesia.
Kapan masuk SAE?
Saya lulus SMA tahun 2012, tapi daftar di SAE dari 2011 di JAPEX (pameran alat-alat music di PRJ). Dari SMA minat saya sudah ke audio engineering dan music production. Sejak kelas 3 SMP saya sudah suka main ke studio musik saat bolos sekolah dan suka diajarin oleh operator studio itu untuk mengoperasikan recording tools. Dan kelas 2 SMA sudah bisa megang rekaman dan kerap membantu band. Tapi saat itu destruktif ya, karena saya suka cabut sekolah dan ke studio, jadi sekolahnya berantakan. Dan karena passion dan sudah yakin dari kelas 1 SMA ingin mengambil jurusan audio production ketika kuliah nanti, jadi saya mencari-cari kampus yang kira-kira cocok. Salah satu yang terkenal dari dulu adalah SAE. Tapi orangtua menyarankan untuk mengambil kampus negeri dengan jurusan seperti sastra, dll. Maka saya nge-rebel, tidak peduli dengan nilai sekolah sebagai bentuk pemberontakan saya. Saya waktu itu ke JAPEX dan ada booth SAE, wah saya girangnya minta ampun. Dan daftarlah saya.
Waktu masuk itu berarti masih pake kurikulum lama ya, yang lulus 2 tahun?
Saya waktu itu 3 tahun karena ambil program Degree. Mungkin menurut pandangan orang-orang, kuliah di SAE itu gampang dan ‘nyeni’ banget, padahal ada tantangan-tantangannya juga. Seperti kampus-kampus yang lain lah, ada ngejar nilainya, belajar hal-hal teknis, dan hal-hal lain.
Apa mata kuliah favorit?
Ada 3. Pertama, mata kuliah Komunikasi. Hari pertama kuliah datang sendirian kan dan belum kenal siapa-siapa, tiba-tiba ada yang negur saya: Hai! Anak baru ya? . Saya kira dia mahasiswa, ternyata dosen.. ha ha ha. Semenjak itu dapat kesan pertama yang seru. Intisari dari mata kuliah komunikasi itu, pada akhirnya, semuanya adalah communication tools, jadi apapun produksi audio apapun yang kita kerjakan haruslah komunikatif. Kelas itu seru sekali karena ada gamesnya dan team buildingnya. Dan ada apresiasi juga dari dosen. Kedua, advance recording and mixing. Disitu saya shifting cita-cita yang tadinya ingin menjadi mixing engineer, ingin jadi record engineer juga. Karena menurut saya yang jago mixing itu banyak, tapi kalau recording, pada saat itu, belum banyak. Ketiga, kelas MDX Degree, yang ngomongin in essence art, form, genre, dll. Di kelas itupun juga disuruh nulis essay sebanyak 5000-6000 kata kan, tapi malah kita jadi terlatih untuk menulis essay yang berbobot. Itulah 3 kelas yang berhasil membentuk saya.
Ada mata kuliah yang tidak disukai?
Sebenarnya bukan tidak suka si, tapi kurang menjadi favorit. Misalnya, mata kuliah akustik, karena lumayan tricky. Dan mata kuliah Citizenship. Bukannya nggak suka si, tapi bingung merisetnya karena tidak ada yang menulis soal itu, nggak ada jurnalnya. Yang lucu itu pas mata kuliah Electronic Music Production (EMP) saya dapat D, percaya nggak? Saya tidak terima dan sejak saat itu mulai belajar Ableton Live dan terpakai sampai sekarang. Saya agak menyesali kenapa dulu saya tidak belajar lebih banyak saat kuliah, sebab musik elektronik dulu bukan minat saya. Padahal musik elektronik penting untuk jaman sekarang.
Pengalaman paling berkesan saat kuliah di SAE?
Saya lupa ini saat semester 2 atau 3, jadi waktu itu saya ditunjuk dosen untuk mengerjakan band yang dipegang oleh anak Music Business. Sebagai tugas saya rekam itu band, dan rekamannya tidak proper. Bandnya waktu itu Barasuara. Rekamannya tidak proper karena saya pada saat itu masih berpikir bahwa kekurangan-kekurangan di rekaman masih bisa diperbaiki di proses mixing, dan ternyata runtuh itu semua. Mulai dari itu saya menggali ilmu lagi bagaimana merekam yang benar, dsb. Saya pernah juga mengulang kelas Mastering dengan kemauan sendiri. Karena saya merasa masih kekurangan ilmu Mastering.
Bagaimana pengalaman bekerja setelah lulus dari SAE? Apakah ilmu yang didapatkan dari SAE berguna?
Wah, berguna sekali. Saya merasa tidak akan menjadi seperti sekarang kalau tidak mendapat ilmu dari kuliah di SAE. Sekarang saya bekerja bersama Hindia, .Feast, Reality Club, dan juga saya masih mengerjakan band-band lain yang belum seterkenal mereka. Saya mengerjakan single .Feast itu saat saya masih semester 5. Mixingnya di kampus.
Berarti bisa banyak mendapatkan pekerjaan saat masih kuliah ya?
Iya. Saran saya, jangan mengincar band-band yang besar dulu. Terkadang teman-teman di sekitar juga bisa membantu untuk mengaplikasikan ilmu yang kita dapatkan. Waktu kampus SAE masih di FX Sudirman, saya pernah membantu mengerjakan Kerispatih dan Indra Lesmana. Buat saya student project itu seperti itu bisa dijadikan pengalaman berharga.
Pesan-pesan untuk mahasiswa Audio SAE?
Pertama, jangan stop ngulik. Karena bidang ini kan bersentuhan dengan teknologi, dan teknologi itu berkembang terus. Semester-semester itu kan biasanya capek ya, tapi percayalah itu akan terbayar di semester akhir, sebagai bekal. Misalnya kalau kita nggak tahu signal flow, bagaimana bisa meng-compress yang enak. Seperti misalnya saat saya mengerjakan lagunya .Feast yang Tarian Penghancur Raya, drumnya dibikin mid side, dan itupun yang pernah saya pelajari yang saya baru sadari pada saat mengerjakan lagu itu.
Ada stereotip yang mengatakan kalau seni itu tidak bisa dijadikan karir, jadi apa yang membuat kamu memutuskan masuk SAE?
Karena saya merasa berbakat di bidang ini. Bukannya saya menutup diri atau gimana, tapi saya merasa total disini. Push the limit saja. Ini cara saya membuktikan ke sekitar juga bahwa saya serius di bidang ini.
Prospek kerja sound engineer selain live sound dan mixing & mastering di Indonesia?
Post production. Dan banyak lagi si, bahkan ada teman saya di agency yang mengerjakan voice over atau produksi iklan, buat jingle, dll. Saya juga dulu deg-degan saat semester 6, mikir kalau lulus nanti gimana ya? Karena setelah lulus saya tidak dibiayai lagi oleh orangtua. Tapi akhirnya saya tetap mengusahakan yang terbaik.
Bedanya engineer yang mendapat ilmu dari kuliah dan otodidak?
Wah, bingung saya jawabnya gimana… hmm mungkin bedanya kalau kita ngulik sendiri, 3 tahun baru bisa paham. Kalau kita kuliah, dalam waktu sebulan pun sudah bisa paham.
MEI
2020
About the Author:
Content Writer SAE Indonesia